One Day Trip (Part II)
Saat saya melangkah keluar dari pintu bus, udara sejuk seolah langsung menampar manis tepat ke seluruh permukaan tubuh saya. Akhirnya kami sampai pada destinasi selanjutnya, Orchid Forest Cikole. Jarak dari Curug Pelangi tak jauh, hanya memangkas waktu sekitar 1 jam. Selama berjalan kaki menuju pintu masuk Orchid
Forest Cikole, saya dihadapkan pada dimensi alam yang sangat mengagumkan, yang membuat alam bisa saja menyombongkan diri namun pada kenyataannya ia tetap rendah hati. Tak sulit menemukan kenyamanan disini. Belum saya memasuki pintu masuknya saja, saya sudah berekspektasi lebih tentang bagian dalamnya.
Dan, ya. Bagian dalamnya begitu 'seksi' melebihi ekspektasi. Destinasi kali ini berbeda dari yang sebelumnya. Kalau di Curug Pelangi, kita bisa basah-basahan. Kalau di Orchid Forest Cikole, kita tenggelam dalam belaian hutan pinus yang begitu menawan. Setiap langkah yang saya ambil tak pernah tergerus percuma, kerap kali saya dibuat jatuh cinta karena disuguhkan sajian alam yang begitu mempesona. Udara disini jauh lebih segar, dibentuk langsung oleh alam yang tulus dan ikhlas memberikan kehidupan pada sekitarnya. Setiap oksigen yang saya hirup dalam-dalam membuat paru-paru saya terasa seperti baru lahir kembali didunia. Dimana lagi saya dapat memfilter ulang paru-paru yang sudah kotor akan polusi kota selain disini. Meski hati tetap saja masih dikotori luka lama. Hehe.
Saya, kami semua para penghuni kota, dibuat tidak ada apa-apanya. Dengan hutan pinus ini, kami semua dituntut untuk sepenuhnya hanyut dalam tenang, ketenangan yang sangat tenang. Tak ada kebisingan, hanya suara angin yang sesekali berbisik, seolah berkata "Nikmatilah". Kehidupan yang lain dari kehidupan yang penuh rutinitas. Kehidupan yang lebih baik dalam segi kebatinan walau tidak dalam segi modernisasi. Andai keberadaan kota dan hutan yang cantik seperti ini berdekatan, maka tidak perlu ada jarak yang menghambat antara kehidupan yang menyesakkan dan kehidupan yang menghidupkan.
Saya, kami semua para penghuni kota, dibuat tidak ada apa-apanya. Dengan hutan pinus ini, kami semua dituntut untuk sepenuhnya hanyut dalam tenang, ketenangan yang sangat tenang. Tak ada kebisingan, hanya suara angin yang sesekali berbisik, seolah berkata "Nikmatilah". Kehidupan yang lain dari kehidupan yang penuh rutinitas. Kehidupan yang lebih baik dalam segi kebatinan walau tidak dalam segi modernisasi. Andai keberadaan kota dan hutan yang cantik seperti ini berdekatan, maka tidak perlu ada jarak yang menghambat antara kehidupan yang menyesakkan dan kehidupan yang menghidupkan.
Saya telah terhipnotis oleh hutan pinus ini. Tak lagi saya pusingkan, apakah saya nanti diperpanjang masa kerjanya atau tidak. Tak lagi saya pusingkan, akan saya lanjutkan perkuliahan saya atau tidak. Tak lagi saya pusingkan, akan terus mengejarmu atau berhenti sampai disini. Semua yang saya pikirkan hanya satu, bagaimana saya bisa menikmati dengan baik detik yang berharga ini. Andai momen ini bisa saya simpan, maka akan kembali saya gunakan ketika alam semesta sedang tidak bersahabat dengan saya.
Disini tak banyak terdapat cerita. Sepenuhnya diisi oleh momen dimana jiwa saya benar-benar jatuh cinta pada hal yang bukan manusia, pada alam yang cantik luar biasa. Detik demi detik, tubuh saya kembali di refresh ulang, semakin membentuk kearah yang sempurna dan siap untuk kembali menerima tekanan demi tekanan dunia. Saya pikir itulah gunanya menjaga alam. Karena salah satu tempat pelarian dan perlindungan terbaik ada disana.
Alam adalah guru yang baik. Ia mengajarkan dan menegaskan beberapa hal. Bahwa tidak selamanya hidup tentang kepenatan. Setiap langkah yang saya lewati di hutan pinus ini, tak ada hentinya dimanjakan pemandangan yang luar biasa mempesona. Ya, dimana pun alamnya, selama kita bersyukur, pasti kita akan menikmatinya. Alam Indonesia memang banyak sekali memiliki keindahan yang tersimpan. Dengan Orchid Forest Cikole ini, saya dapat bersyukur diberikan detik berharga mengunjunginya. Pada sebuah waktu, kelak saya akan merindu dan berharap bisa datang lagi bersamamu. Hehe
Perjalanan menikmati alam Orchid berakhir dengan sempurna. Jiwa saya telah berada pada titik paling tenang. Secara logika, saya memang lelah. Namun secara hati, saya tak ingin pergi. Diakhir jalan setapak yang saya lewati, saya merenung banyak hal. Apa momen ini benar-benar tidak bisa disimpan?
Langit Bandung mulai menunjukan pergerakan menuju gelap, termakan oleh rayuan malam yang penuh dengan gemintang. Sebelum benar-benar gelap, saya habiskan senja dipinggir bus bersama rekan-rekan saya. Beberapa rombongan kami ada yang masih menikmati hutan pinus ini. Sementara saya, Dendi, Aji, Rifki, Akbar dan Fian memilih untuk balik ke bus dan nongkrong dipinggir jalan dekat hutan. Seperti biasa, Rifki tak pernah lepas dari kompor portabelnya. Bahkan dia sudah memasang hammock diantara dua pohon yang ada. Ya, dia juga turut membawa hammock. Kami semua paham, warkop sudah dibuka.
Dia pun mulai menawarkan kepada semuanya, termasuk saya. Beberapa teman ada yang hanyut dalam hangatnya segelas kopi, beberapa lainnya ada yang melayang karena kuah pop mie. Saya menerima tawaran pop mie dari Rifki dan menunggu beberapa saat setelah airnya sudah mendidih. Saya dan teman-teman lainnya selalu begitu menikmati setiap kegiatan memasak yang Rifki lakukan, seolah menjadi ajang tontonan yang sayang untuk dilewatkan. Setelah menunggu beberapa saat, pesanan saya datang. Menghirup aromanya saja sudah nikmat. Makanan ini memang cocok dihidangkan saat-saat seperti ini, dingin dan sepi. Apalagi menyeruput kuahnya yang masih hangat, benar-benar nikmat. Ketenangan saya semakin sempurna dengan kuah pop mie yang begitu enak tiada duanya.
Ulah Akbar selalu saja membuat kami tertawa. Ditengah saya dan teman-teman menikmati pop mie, dia memetik rumput ilalang yang tumbuh sembarang sambil berkata. "Nih pake sayuran, biar tambah mantep!" Disaat yang sama, ada Fian yang berusaha untuk naik hammock. Rifki terlalu tinggi memasang hammocknya. Saya sendiri sudah berusaha melompat setinggi mungkin sampai akhirnya saya lelah sendiri. Takut jika dipaksakan, malah akan jatuh tersungkur dan bukan tidak mungkin jadi bahan tertawaan. Kemudian ada Riki yang baru keluar dari bus, lalu memesan pop mie. Biasa, dia sedang asyik berduaan didalam bus bersama pacarnya. Pantas saja dari tadi busnya goyang-goyang sendiri. Bukan semata-mata goyang sendiri, ternyata ada sebab masuk akalnya. Hehe.. bercanda.
Malam pun hampir sepenuhnya menguasai langit Bandung. Kami semua segera masuk kedalam bus setelah rombongan lainnya sudah selesai berkeliling Orchid Forest. Didalam bus, saya melihat Rifki dan Akbar masih berada diluar. Mereka saling bergantian mengambil gambar selfie. Sudut yang mereka ambil tertuju pada seberkas cahaya diufuk barat yang semakin tenggelam. Mungkin mereka sengaja memakai view backlight untuk menghasilkan siluet tubuh mereka.
Selain itu, saya juga melihat penyesalan yang luar biasa. Bagaimana tidak, Orchid Forest justru semakin cantik dimalam hari. Saya yang sudah berada didalam bus, hanya bisa menyaksikannya dari jauh pertunjukkan cahaya yang ada didalam Orchid Forest sana. Lampu-lampu yang menyinari setiap sudut dari jembatan gantung begitu tertata anggun. Ada juga untaian tali yang penuh dengan cahaya, saling mengikat dari satu pohon ke pohon lainnya membentuk kesatuan cahaya yang jika dilihat dari jauh, bagai petunjuk menuju ketenangan yang lebih dalam lagi. Sayang, kami tidak mempunyai waktu yang lama disini. Kami harus segera pulang jika tidak ingin sampai dirumah esok pagi.
Malam semakin larut. Bus kami melaju semakin menjauh, turun dari atas menuju dataran yang penuh dengan kepenatan. Saya menundukan kepala sambil menutupnya dengan hoodie, melepas momen liburan yang akan pergi. Tepat didepan saya terdapat rutinintas yang menunggu untuk dikerjakan. Setidaknya, saya kembali dengan jiwa yang bersih walau tak bisa dipungkiri tubuh ini begitu letih. One Day Trip kali ini cukup menyenangkan dan menenangkan. Lain kali, semoga jangan hanya sehari. Beberapa hari lari dari Ibukota mungkin akan sangat surga. Terima kasih atas hari ini, Bandung.
Disini tak banyak terdapat cerita. Sepenuhnya diisi oleh momen dimana jiwa saya benar-benar jatuh cinta pada hal yang bukan manusia, pada alam yang cantik luar biasa. Detik demi detik, tubuh saya kembali di refresh ulang, semakin membentuk kearah yang sempurna dan siap untuk kembali menerima tekanan demi tekanan dunia. Saya pikir itulah gunanya menjaga alam. Karena salah satu tempat pelarian dan perlindungan terbaik ada disana.
Alam adalah guru yang baik. Ia mengajarkan dan menegaskan beberapa hal. Bahwa tidak selamanya hidup tentang kepenatan. Setiap langkah yang saya lewati di hutan pinus ini, tak ada hentinya dimanjakan pemandangan yang luar biasa mempesona. Ya, dimana pun alamnya, selama kita bersyukur, pasti kita akan menikmatinya. Alam Indonesia memang banyak sekali memiliki keindahan yang tersimpan. Dengan Orchid Forest Cikole ini, saya dapat bersyukur diberikan detik berharga mengunjunginya. Pada sebuah waktu, kelak saya akan merindu dan berharap bisa datang lagi bersamamu. Hehe
Perjalanan menikmati alam Orchid berakhir dengan sempurna. Jiwa saya telah berada pada titik paling tenang. Secara logika, saya memang lelah. Namun secara hati, saya tak ingin pergi. Diakhir jalan setapak yang saya lewati, saya merenung banyak hal. Apa momen ini benar-benar tidak bisa disimpan?
Langit Bandung mulai menunjukan pergerakan menuju gelap, termakan oleh rayuan malam yang penuh dengan gemintang. Sebelum benar-benar gelap, saya habiskan senja dipinggir bus bersama rekan-rekan saya. Beberapa rombongan kami ada yang masih menikmati hutan pinus ini. Sementara saya, Dendi, Aji, Rifki, Akbar dan Fian memilih untuk balik ke bus dan nongkrong dipinggir jalan dekat hutan. Seperti biasa, Rifki tak pernah lepas dari kompor portabelnya. Bahkan dia sudah memasang hammock diantara dua pohon yang ada. Ya, dia juga turut membawa hammock. Kami semua paham, warkop sudah dibuka.
Dia pun mulai menawarkan kepada semuanya, termasuk saya. Beberapa teman ada yang hanyut dalam hangatnya segelas kopi, beberapa lainnya ada yang melayang karena kuah pop mie. Saya menerima tawaran pop mie dari Rifki dan menunggu beberapa saat setelah airnya sudah mendidih. Saya dan teman-teman lainnya selalu begitu menikmati setiap kegiatan memasak yang Rifki lakukan, seolah menjadi ajang tontonan yang sayang untuk dilewatkan. Setelah menunggu beberapa saat, pesanan saya datang. Menghirup aromanya saja sudah nikmat. Makanan ini memang cocok dihidangkan saat-saat seperti ini, dingin dan sepi. Apalagi menyeruput kuahnya yang masih hangat, benar-benar nikmat. Ketenangan saya semakin sempurna dengan kuah pop mie yang begitu enak tiada duanya.
Ulah Akbar selalu saja membuat kami tertawa. Ditengah saya dan teman-teman menikmati pop mie, dia memetik rumput ilalang yang tumbuh sembarang sambil berkata. "Nih pake sayuran, biar tambah mantep!" Disaat yang sama, ada Fian yang berusaha untuk naik hammock. Rifki terlalu tinggi memasang hammocknya. Saya sendiri sudah berusaha melompat setinggi mungkin sampai akhirnya saya lelah sendiri. Takut jika dipaksakan, malah akan jatuh tersungkur dan bukan tidak mungkin jadi bahan tertawaan. Kemudian ada Riki yang baru keluar dari bus, lalu memesan pop mie. Biasa, dia sedang asyik berduaan didalam bus bersama pacarnya. Pantas saja dari tadi busnya goyang-goyang sendiri. Bukan semata-mata goyang sendiri, ternyata ada sebab masuk akalnya. Hehe.. bercanda.
Malam pun hampir sepenuhnya menguasai langit Bandung. Kami semua segera masuk kedalam bus setelah rombongan lainnya sudah selesai berkeliling Orchid Forest. Didalam bus, saya melihat Rifki dan Akbar masih berada diluar. Mereka saling bergantian mengambil gambar selfie. Sudut yang mereka ambil tertuju pada seberkas cahaya diufuk barat yang semakin tenggelam. Mungkin mereka sengaja memakai view backlight untuk menghasilkan siluet tubuh mereka.
Selain itu, saya juga melihat penyesalan yang luar biasa. Bagaimana tidak, Orchid Forest justru semakin cantik dimalam hari. Saya yang sudah berada didalam bus, hanya bisa menyaksikannya dari jauh pertunjukkan cahaya yang ada didalam Orchid Forest sana. Lampu-lampu yang menyinari setiap sudut dari jembatan gantung begitu tertata anggun. Ada juga untaian tali yang penuh dengan cahaya, saling mengikat dari satu pohon ke pohon lainnya membentuk kesatuan cahaya yang jika dilihat dari jauh, bagai petunjuk menuju ketenangan yang lebih dalam lagi. Sayang, kami tidak mempunyai waktu yang lama disini. Kami harus segera pulang jika tidak ingin sampai dirumah esok pagi.
Malam semakin larut. Bus kami melaju semakin menjauh, turun dari atas menuju dataran yang penuh dengan kepenatan. Saya menundukan kepala sambil menutupnya dengan hoodie, melepas momen liburan yang akan pergi. Tepat didepan saya terdapat rutinintas yang menunggu untuk dikerjakan. Setidaknya, saya kembali dengan jiwa yang bersih walau tak bisa dipungkiri tubuh ini begitu letih. One Day Trip kali ini cukup menyenangkan dan menenangkan. Lain kali, semoga jangan hanya sehari. Beberapa hari lari dari Ibukota mungkin akan sangat surga. Terima kasih atas hari ini, Bandung.