Mari Membaca
Tak henti kubersyukur akan kabar baik yang datang memeluk semestaku dihari ini, diantara kemungkinan-kemungkinan yang selalu menganggu prasangkaku dihari lalu. Tuntas sudah semua tunggu, kini tinggal menanti rencana apalagi yang akan terjadi. Satu hal yang pasti, aku teramat bersyukur akan kabar baik ini. Karena akhirnya, aku senang dan tenang masih diizinkan untuk lebih lama menyumbangkan waktu dan keringatku di sebuah toko buku. Ya, meski bagianku bukanlah sebagai penjual buku.
Bagiku, toko buku bukanlah sekadar toko yang menjual buku. Toko buku adalah tempat dimana para pembaca dan penulis bermuara. Toko buku adalah surga bagi para buruh tulis dan penyuka baca. Toko buku adalah sebuah tempat yang bisa dikatakan sebagai rumah, rumah untuk jendela-jendela dunia, gerbang besar menuju dunia yang ternyata lebih luas dari jangkauan perkiraan kita sebelumnya.
Membaca, sering kali dilecehkan oleh mereka yang memang tidak suka membaca. "Sok baca, bisa baca juga engga," "Alay banget bacanya puisi," "Ngerti kaga lo?" "Sok kutu buku lo." Pun menulis. Menulis,
juga acap kali menjadi bahan tertawaan. Mereka seperti sukar berteman
dengan kata, yang menurut mereka sangatlah membosankan. "Galau mulu tulisan lo," Sok puitis deh lo," "Lebay!"
Sementara aku, yang kalah suara hanya bisa mendengar tanpa perlu meresponnya. Sesekali menahan tawa, bahkan ingin sekali menertawakannya. Mereka meninggalkan kegunaan buku sebagai alat untuk lebih sekadar mengetahui. Mereka enggan membuka jendela dunia, atau malah sama sekali tidak ingin melihatnya. Seakan murka sekali dengan buku seperti telah disakiti olehnya. Ya, sudah, lagipula memang tidak semua yang kita kira wajar, dianggap wajar oleh orang lain. Karena mereka bukanlah kita, pun sama tentang halnya mereka yang mengira bahwa kita bukanlah mereka.
Berarti, mereka tidak paham bahwa membaca membuat kita bebas berpikir, meski tulisan yang kita baca berisi pemikiran orang lain. Akan tetapi, kita bebas menyetujuinya atau tidak. Itu pun kalau mereka memang suka berpikir. Kosa kata dalam kepala kita jadi lebih luas, imajinasi kita pun jadi lebih terbuka. Tak ayal, otak juga jadi bekerja secara maksimal karena otak kiri (untuk membaca) dan otak kanan (untuk menggambarkannya) bahu membahu bekerja untuk tuannya.
Kalau bisa, aku bahkan ingin membaca seluruh buku yang di toko bukuku. Mengetahui apa saja yang ada dalam kepala manusia, pemikiran-pemikiran yang telah dituangkan dalam sebentuk kata. Membuka semua jendela dunia yang ada. Hehe.
Sesekali sehabis gajian, aku menyisihkan rupiahku untuk menukarnya dengan satu sampai beberapa buku. Aku memang bekerja di toko buku, tapi kata siapa aku dapat gratis membaca? Selain harus profesional dalam bekerja, aturan dilarang membaca juga berlaku, kecuali jika aku sudah membelinya dan dibaca diluar jam kerja. Hitung-hitung menyumbang omzet untuk gajiku sendiri, meskipun sebenarnya tidak seberapa. Selain itu, aku sangat ingin mengapresiasi mereka-mereka yang terlibat dalam sebuah pembentukan buku. Agar kelak kedepannya menjadi lebih baik lagi. Agar dengan penuh harap budaya membaca dilirik masyarakat Bumi, terutama masyarakat Indonesiaku tercinta ini.
Mari membaca. Membaca tidak merugikan kita, kok. Kitanya saja yang sering menyusahkannya. Jauhkan sebab-sebab yang membuat kita malas membaca, usahakan untuk tetap berpikir positif bahwa membaca tidak membuang-buang waktu kita secara percuma. Aku sendiri, tak jarang mendapati diriku yang sedang malas membaca. Akan tetapi, keinginanku untuk lebih mengetahui lebih besar daripada rasa malasku sendiri. Dan entah, butuh keajaiban untuk mewujudkan budaya baca dalam jiwa masing-masing pemiliknya. Karena, ini perihal mau atau tidaknya.