Hujan Diawal September
Awal September ini akhirnya gugusan awan hitam kembali singgah diatas bumiku berdiri. Sudah lama sekali aku tak merasakan sambutan dari dinginnya udara segar khas musim hujan. Dan pagi ini, meski hujan tak turun membasahi, namun dinginnya masih saja terasa sampai ke lubuk hati. Seperti halnya kamu, yang masih saja kuingat meski tak berada disampingku. He he.
Sejak kecil, aku sangat suka hujan. Ketika mendung tiba, kehadiran rinai hujan adalah hal yang sangat aku dan teman-temanku tunggu. Kami akan mempersiapkan beraneka macam permainan atau jika hujan turun tanpa mendung, kami hanya berlarian kesana kemari dan tertawa. Salah satu sasaran kami ketika hujan tiba adalah atap-atap rumah warga yang memancurkan aliran air. Kami akan tertawa gembira sambil merasakan pukulan-pukulan air disana. Rasanya seperti dipijat. Semakin deras arusnya, semakin lama kami bermain disana. Terkadang kami saling kejar-mengejar tak kenal lelah. Bahkan sampai jatuh tersungkur pun, kami hanya akan tertawa tanpa mengenal luka.
Musim hujan juga membuatku ingat akan masa-masa SMA. Dulu aku bersekolah di salah satu SMA swasta di Jakarta Pusat. Sebenarnya sekolahku keren jika sedang tidak musim hujan. Namun musim haruslah bergantian. Waktu itu musim hujan dan hujan sedang deras-derasnya. Sekolahku terendam hingga sepinggang setelah terus-terusan diguyur hujan dari subuh hingga siang hari. Aku ingat sekali pada apa yang tergenang dilapangan sekolahku waktu itu. Mulai dari tong sampah, bangku dan meja sekolah bahkan sampai gawang pun ikut tergenang banjir. Beberapa sepeda motor milik siswa juga sempat mogok. Mengeluarkan kepulan asap hitam dari knalpot.
Masih sewaktu SMA, aku dan pacarku (yang sudah jadi mantan) pernah terjebak hujan. Kami terjebak didepan jalan rumahnya sepulang sekolah. Meski sebenarnya pacarku itu bisa lari sebentar untuk pulang duluan, nyatanya dia tidak mau. "Nemenin kamu sampe berhenti," katanya. Aku yang masih berumur 17 tahun itu mengerti bagaimana memperlakukan seorang perempuan dengan baik. Aku melepas jaketku saat melihatnya kedinginan. Dia sempat sedikit kaget. Lalu kami pun saling tersenyum satu sama lain.
Musim hujan juga membuatku ingat pada masa dimana aku mencari kerja. Dulu aku sempat melamar disalah satu perusahaan donat terbesar di Indonesia. Sepulang interview, aku sampai hujan-hujanan dijalanan, diatas sepeda motor tanpa mengenakan jas hujan. Mau tidak mau, karena jalan yang sedang kulewati tidak memungkinkan untuk berteduh, aku pun menerobos padatnya volume air hujan yang turun waktu itu. Tak ada bangunan apa-apa dipinggir jalan selain pepohonan yang masih sanggup ditembus derasnya hujan. Setelah menunggu berminggu-minggu, aku tak kunjung mendapat panggilan kembali. Aku tidak diterima bekerja disana.
Musim hujan juga membuatku ingat akan masa-masa SMA. Dulu aku bersekolah di salah satu SMA swasta di Jakarta Pusat. Sebenarnya sekolahku keren jika sedang tidak musim hujan. Namun musim haruslah bergantian. Waktu itu musim hujan dan hujan sedang deras-derasnya. Sekolahku terendam hingga sepinggang setelah terus-terusan diguyur hujan dari subuh hingga siang hari. Aku ingat sekali pada apa yang tergenang dilapangan sekolahku waktu itu. Mulai dari tong sampah, bangku dan meja sekolah bahkan sampai gawang pun ikut tergenang banjir. Beberapa sepeda motor milik siswa juga sempat mogok. Mengeluarkan kepulan asap hitam dari knalpot.
Masih sewaktu SMA, aku dan pacarku (yang sudah jadi mantan) pernah terjebak hujan. Kami terjebak didepan jalan rumahnya sepulang sekolah. Meski sebenarnya pacarku itu bisa lari sebentar untuk pulang duluan, nyatanya dia tidak mau. "Nemenin kamu sampe berhenti," katanya. Aku yang masih berumur 17 tahun itu mengerti bagaimana memperlakukan seorang perempuan dengan baik. Aku melepas jaketku saat melihatnya kedinginan. Dia sempat sedikit kaget. Lalu kami pun saling tersenyum satu sama lain.
Musim hujan juga membuatku ingat pada masa dimana aku mencari kerja. Dulu aku sempat melamar disalah satu perusahaan donat terbesar di Indonesia. Sepulang interview, aku sampai hujan-hujanan dijalanan, diatas sepeda motor tanpa mengenakan jas hujan. Mau tidak mau, karena jalan yang sedang kulewati tidak memungkinkan untuk berteduh, aku pun menerobos padatnya volume air hujan yang turun waktu itu. Tak ada bangunan apa-apa dipinggir jalan selain pepohonan yang masih sanggup ditembus derasnya hujan. Setelah menunggu berminggu-minggu, aku tak kunjung mendapat panggilan kembali. Aku tidak diterima bekerja disana.
Musim hujan juga membuatku ingat pada masa dimana aku terjebak dengan seorang wanita beberapa bulan yang lalu. Momen dimana kami terpaksa bertahan lebih lama di warung ketan susu. Sejujurnya aku tidak peduli kapan hujan itu berhenti, yang penting ada perempuan itu. Aku memang butuh waktu untuk berbincang-bincang dalam rangka pendekatan. Dia manusia baru yang hadir dalam hidupku. Dengan segala keindahannya, aku pun terpesona. Dan kini kehadiran hujan cukup mewarnai perbincanganku dengannya. Aku bahagia terlibat dalam skenario seperti itu.
Kini musim penghujan akhirnya kembali seakan tak kenal selamanya pergi. Tak sepertimu, kenal setia juga tidak. Kalah kamu dengan hujan. Dia tahu waktu kapan akan kembali, dia tahu arah kemana akan pulang. Semoga hujan berikutnya dapat kukenang dengan senyuman, bukan sepertimu yang penuh dengan kepedihan yang tak ingin kuulang.