Bukan Tentang Siapa-Siapa

Pernah pada suatu ketika, aku dekat dengan sosok yang lucu sekali parasnya. Kala itu aku masih mempunyai hubungan baik dengan rekan kerjaku satu toko dan satu divisi pula. Aku baru sebatas kagum saja, belum sampai ke perasaan-perasaan selanjutnya. Lantaran aku begitu menghargai diriku yang sudah berterus terang sayang pada rekan kerjaku. Lebih kepada menghargai perasaanku pada sosok itu. Aku begitu memegang teguh prinsip orang yang lebih dulu datang, maka ia punya kesempatan yang lebih besar untuk kupertahankan.

Hingga yang kukira baik, tak selamanya berjalan baik. Harapan hanyalah harapan, dan kisah haruslah berakhir. Aku tak mengerti, yang jelas aku sudah tidak punya lagi alasan untuk terus bertahan dengan perempuan itu, kecuali jika aku memang tidak tahu malu dan rela dipermalukan.

Diwaktu yang tak butuh rentang lama, barulah aku mendapati  kembali sosok yang lucu sekali parasnya itu. SO itu bukan seperti cinta satu malam. Aku dibuat flashback dengan kejadian SO ditempatnya setelah perempuan itu muncul di sosial media. Setelah kuingat-ingat, aku pun menyapanya. Dan selanjutnya berjalan begitu rapih dan sesuai harapan.

Hari-hari berganti, perasaan hadir, kisah pun mulai mengalir. Melihatnya bagai pelipur lara, penutup rasa malu dan lembaran baru yang harus kuisi dengan tinta yang jauh dari kesalahan. Bahagiaku perlu diumbar setelah sebelumnya rasa maluku tersebar. Bagaimana tidak, aku dibuat malu disaat aku membanggakan sosok yang telah pergi itu, dengan membanggakan sosok yang entah siapa. Oke, lupakan. Hari-hari berganti, lembaran kosong pun terisi.

Aku merasa ada yang ganjil meski kebahagiaan terus menerpa. Tidak kebanyakan bahagia yang biasanya terasa begitu lepas, aku merasa seperti ada yang tertahan dari perempuan yang lucu parasnya itu. Benar saja. Dia masih mendambakan mantan kekasihnya. Dan, aku tidak bisa menemukan kenyamanan yang terlalu dalam disana, hanya sebatas kenyamanan orang biasa yang bisa aku ciptakan sendiri bersama orang lain.

Ditengah keraguanku, perempuan itu kian meyakinkanku untuk tidak terlalu yakin padanya. Setiap kesempatan, dia kerap kali hilang peredaran. Aku pun mencari-cari layaknya sang pemilik hati. Bukan karena belum jadi siapa-siapa sudah ribet mengurusi, tapi lebih kepada kepastian bagaimana kelanjutan kisah yang intronya manis dan meyakinkan ini.

Bahkan disuatu waktu, aku pernah menunggunya pulang. Aku penasaran kenapa dia tiada berkabar. Kebetulan pula lama tak jumpa. Kemudian aku terus menunggu didepan rumahnya hingga larut malam. Dan tepat saat aku ingin beranjak pergi, dia memberi kabar agar aku pulang saja. Karena katanya, ada kemungkinan dia akan pulang lebih larut malam lagi. Sial, dengan siapa? Aku pun cukup tahu. Pertanyaanku diabaikan, aku harus melakukan pergerakan menjauh yang teratur.

Tak selang waktu lama lagi, aku mendapati kehadiran sosok yang baru. Sial. Menjadi jomlo adalah suatu cobaan tersendiri saat kita belum bisa benar-benar menentukan menetap disiapa. Dan lagi, rekan satu toko yang baru beberapa hari bekerja mewarnai suasana nuraniku. Kali ini, anak baru berbeda divisi. Dari jauh, aku awasi sosok yang kuincar itu. Kiranya pantas atau tidak untuk kuupayakan.

Sampai diwaktu yang tepat, aku membuka pembicaraan. Aku mengantongi deretan nomor Whatsapp miliknya, lalu aku pun menyapanya sambil bercanda. Selanjutnya obrolan via chat berkembang hingga sampai pada sebuah rencana pergi berdua.

Sepulang middle, kami menonton film kesukaanku, film dari jagat raya marvel, Spiderman Far From Home. Persetan suka atau tidak, aku sangatlah antusias dengan film ini. Alhasil, perempuan itu malah tertidur di bioskop. Beberapa momen selanjutnya membawa kami kepada aktivitas gitaran bareng, car free day, makan malam dipinggiran jalan,  sekadar jalan-jalan mencari angin dan lain sebagainya.

Aku suka cara bagaimana dia bisa meyakinkanku hingga sebegitu manisnya. Dia benar-benar ingin mendapatkan sebuah kepercayaan dariku. Bahkan aku sempat berpikir, apa aku sudahi saja keraguanku dan mulai membuka kesempatan untuk yang serius-serius seperti ini? Terlebih dia mampu menerima keposesifanku yang tak jarang membuat seseorang ilfeel.

Aku pun..... sedikit mulai percaya.

Sampai kemudian, sepulang dia middle lagi, aku  berniat untuk mengerjakan tugas ditempat kosnya. Saat aku hendak membuka  whatsapp web via laptopku yang sempat dia pinjam selama hampir satu minggu, aku mendapati kabar buruk yang tak kusangka sama sekali. Penampilan laman chat sangat asing dimataku. Pesan-pesan yang masuk juga bukan berasal dari orang-orang yang kukenal. Aku pun menemukan namaku, berada diposisi kelima dari atas setelah nama-nama bergender pria lainnya. Akun ini bukan milikku.

Aku, di-lima-kan.

Comments

Popular posts from this blog

Hujan Paling Lama di Dunia

Mengenal Diri Sendiri

Maaf