Puas?

Jika yang kamu bicarakan tentang kekuranganmu, baiklah. Ini juga tentang kekuranganku, yang tidak bisa menerima kekurangan orang lain. Lantas, bisakah kamu menerima kekurangan itu? Kekurangan seperti apa dulu yang ada pada dirimu? Pemaklumam orang terhadap kekurangan itu ada batasnya, jangan sampai terkesan kita  yang dibodohi oleh kekurangan itu.

Begini. Aku akan menerima seburuk apapun kamu, sekurang apapun dirimu. Tapi, dilihat dulu, kekurangan seperti apa itu? Yang dibuat secara sengaja atau tidak? Yang terjadi dimasa lalu atau dimasa sekarang? Aku tipe orang yang tidak langsung menghakimi, aku begitu hati-hati dalam menilai sesama manusia. Karena aku sangat tahu bagaimana tidak enaknya dihakimi secara sepihak, tanpa melihat sudut pandang yang lain.

Setiap orang berhak punya penilaian terhadap orang lain. Meski semuanya harus melewati tahap-tahap pembuktian yang valid dan nyata. Lalu, bagaimana dengan aku yang sudah jelas-jelas melihat semuanya? Tidakkah kamu dapat merasakan sedikit saja yang aku rasakan? Saat aku mulai percaya padamu, saat perlahan rasa sayangku tumbuh, saat aku mencoba untuk berpikir yang baik-baik tentangmu. Namun, kenyataan ini begitu menamparku. Keras. Tepat mengenai inti nuraniku, meruntuhkan seisi jiwa, meremukannya hingga hancur tak berwujud.

Masihkah kamu mengira bahwa aku tidak menerima kekuranganmu? Aku yang harus menerima kekuranganmu, atau kecuranganmu? Kamu yang telah membohongiku, aku yang disebut tidak menerima kurangmu. Lantas apa yang harus aku lakukan sekarang? Tetap menerima orang yang sudah berbohong sebegitu kejinya padaku? Semua yang terjadi sudah memenuhi keyakinanku untuk tetap pergi darimu. Jadi, berhenti menghakimi dengan  mengira bahwa kamu telah dihakimi. Jika orang lain tidak bisa menghakimimu dengan baik, kamu harus lebih baik menghakimi dirimu sendiri. Jangan takut mengaku salah dihadapan dirimu sendiri. Lihatlah dimana salahmu, lalu kemudian maafkan dirimu.

Puas?

Comments

Popular posts from this blog

Hujan Paling Lama di Dunia

Mengenal Diri Sendiri

Maaf