Nihil
Kamu adalah sosok yang membuatku serba salah. Sementara aku adalah sosok yang selalu membuatmu marah. Kita, memang pada dasarnya sudah tidak bisa dibiarkan terus bersama oleh semesta. Lebih baik kita belajar menerima bahwa kisah kita dan segala kasih sayangnya sudah tiada. Aku sempat menanti perubahanmu yang katanya ingin memperbaiki, nyatanya aku malah seperti menanti hal yang tak pasti. Nihil, tiada berguna.
Aku berbicara bukan untuk merangkai alasan. Aku berbicara untuk memancingmu bicara. Bagaimana aku bisa mendapatkan penjelasan jika kamu saja bisanya diam? Tidak rugi mengutarakan sesuatu yang berasal dari isi kepala dan hatimu, meski urusannya gengsi. Itu akan membuatmu tenang, luapkan segalanya apa-apa saja yang ada didalam kepalamu itu. Ayolah, aku memilih untuk memutuskan pergi juga tidaklah mudah.
Aku tidak paham, harapan apa yang bisa terwujud tanpa adanya ketulusan dalam menjalankannya? Ya, setiap orang punya pilihan, tapi pilihanmu tak jauh dari sekadar kepasrahan. Aku juga manusia, yang sudah pernah berharap hingga lelah. Namun setidak-tidaknya, pikirkanlah orang lain yang juga mengharapkanmu, contohnya aku. Ketulusan juga akan terbunuh jika tidak dibalas dengan hal yang sama. Kemudian kamu malah mengiyakan perpisahan dan terus diam tanpa sedikit pun aku mendapatkan penjelasan. Terkadang, yang datang pada diri kita adalah sesuatu yang jauh dari apa yang kita harapkan. Dan kamu, mungkin bukanlah tempat berharap yang baik untukku. Begitu pun sebaliknya.
Baik, coba berikan sedikit puisi keikhlasan untukku. Sebagai tanda perdamaian pasca kepergian yang sama sekali tidak kurelakan, meski kesannya aku yang meninggalkan. Supaya aku tahu, apa yang hilang darimu setelah tanpa adanya aku. Supaya kita sadar, apa-apa saja yang seharusnya kita lakukan selama kita masih berada dalam satu pelukan. Biar adil, akan kukirim pula secarik kertas yang berisi deretan aksara yang membosankan, akan tetapi berisi tentang keikhlasan. Akan kuberikan pula sedikit kiasan-kiasan tersembunyi. Jika kamu mampu menemukannya, kamu dapat menangkap sebuah makna bahwa aku sebegitu menyayangimu. Hingga teramat sangat menjadi pilu.
Aku tidak paham, harapan apa yang bisa terwujud tanpa adanya ketulusan dalam menjalankannya? Ya, setiap orang punya pilihan, tapi pilihanmu tak jauh dari sekadar kepasrahan. Aku juga manusia, yang sudah pernah berharap hingga lelah. Namun setidak-tidaknya, pikirkanlah orang lain yang juga mengharapkanmu, contohnya aku. Ketulusan juga akan terbunuh jika tidak dibalas dengan hal yang sama. Kemudian kamu malah mengiyakan perpisahan dan terus diam tanpa sedikit pun aku mendapatkan penjelasan. Terkadang, yang datang pada diri kita adalah sesuatu yang jauh dari apa yang kita harapkan. Dan kamu, mungkin bukanlah tempat berharap yang baik untukku. Begitu pun sebaliknya.
Baik, coba berikan sedikit puisi keikhlasan untukku. Sebagai tanda perdamaian pasca kepergian yang sama sekali tidak kurelakan, meski kesannya aku yang meninggalkan. Supaya aku tahu, apa yang hilang darimu setelah tanpa adanya aku. Supaya kita sadar, apa-apa saja yang seharusnya kita lakukan selama kita masih berada dalam satu pelukan. Biar adil, akan kukirim pula secarik kertas yang berisi deretan aksara yang membosankan, akan tetapi berisi tentang keikhlasan. Akan kuberikan pula sedikit kiasan-kiasan tersembunyi. Jika kamu mampu menemukannya, kamu dapat menangkap sebuah makna bahwa aku sebegitu menyayangimu. Hingga teramat sangat menjadi pilu.