Seperti Sedia Kala
Ada yang berbeda darimu. Kini aku bisa melihat sisi lain dari setiap luka yang pernah kurasa. Unik dan menarik. Ternyata ada banyak pelajaran yang dapat kupetik setiap goresannya. Memandang luka dari sisi logika, memahami hati yang takkan pernah bisa menerima. Entah bagaimana jadinya bilamana pandanganku tentang luka sepenuhnya tertumpu pada nurani. Karena ia takkan pernah bisa menanggungnya sendiri.
Kini aku memandangmu tanpa dendam lagi. Kini aku memandangmu dari sisi yang lain. Butuh waktu untuk membuatku seperti ini. Karena luka bukan tentang seberapa besar kekuatan kita untuk menyembuhkan, ia hanya perkara waktu. Percaya kan pada waktu bahwa tak ada luka yang tak dapat disembuhkan meskipun tak ada manusia yang dapat benar-benar melupakan.
Dan waktu pun telah menjawabnya.
Aku pernah berpikir bahwa aku takkan pernah bisa melupakanmu. Melupakanmu bagai tugas berat yang selalu menemaniku disetiap harinya. Nyatanya sekarang? Ya, memang aku takkan pernah bisa. Aku mencoba mengubah sudut pandangku terhadap bagaimana caranya menyembuhkan luka selain melupakan. Dengan waktu yang terus beranjak maju, aku berhasil menemukan cara terbaik untuk menyembuhkan luka. Hal lain yang lebih sulit daripada menunggu waktu untuk menjawabnya. Ya, mengikhlaskan.
Aku tak pernah memikirkan kekuatan ikhlas sebelumnya. Sampai pada bagian dimana akhirnya aku dapat memandangmu dari sisi yang lain. Segala sudut pandangku tentang bagaimana caranya menyembuhkan luka berubah. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk mendapatkannya. Selama pandangan kita terhadap menyembuhkan luka adalah tentang melupakan, maka yang kita temukan hanyalah jalan buntu dan tersesat dalam ruang nostalgia. Itulah saat dimana aku terlalu sibuk mencari seribu cara bagaimana diriku bisa melupakanmu. Sampai lupa bahwa melupakan adalah masalah yang sangat dilematis, yang takkan pernah bisa dikuasai sepenuhnya oleh manusia. Karena manusia tak hanya punya hati, tapi juga memori.
Memori manusia takkan pernah bisa dialihfungsikan, dia akan tetap menjadi pengingat sepahit apapun kejadian yang pernah kita alami. Apalagi memori tentang kejadian yang membahagiakan. Bisa-bisa airmata yang menjadi korbannya. Bukan dari sana juga datangnya ikhlas. Ikhlas datang dari komposisi sempurna antara hati dan logika. Bersatu-padu menjadi relasi yang merangkai sifat menerima dan lapang dada, koneksi yang menghubungkan jalan menuju lembaran baru.
Kini kamu hanyalah materiil pembelajaranku, yang aku gunakan untuk memperoleh banyak sekali pelajaran. Kita kembali menjadi orang yang hanya saling kenal tanpa ada perasaan seperti sedia kala. Meski tanpa ada momen mengungkapkan isi hati sepanjang perjalanan cerita kita, aku yakin, kamu pasti dapat menangkap apa yang aku rasakan, waktu itu. Sayang, semuanya berlangsung begitu cepat. Terimakasih telah datang. Tetaplah menjadi masa lalu terindahku. Aku tak pernah kehabisan tenaga dan kehilangan cara untuk mengenangmu.
Pandanglah luka dari sisi logika. Karena hati takkan pernah bisa menerima. Celaka bila pandangan kita tentang luka sepenuhnya tertumpu pada nurani. Karena ia takkan pernah bisa menanggungnya sendiri.